Chapter 5: Human Can't Live Alone
Di asrama Licht
"Pagi" Eric menepuk bahu Licht yang sedang luka.
"A-aw! Pagi. Tolong jangan pukul bahu yang ini ya, ada lukanya" Licht memegang bahunya.
"Oh, maaf. Kalau begitu pakai ini" Eric mengeluarkan obat buatannya yang ada di dalam botol.
"Se-seperti peramal..." Licht kebingungan mata sebelah kirinya bergerak-gerak. Lalu dia menerima obat itu "terimakasih ya" dia mulai mengolesinya.
"Apa hari ini keadaan di sekolah akan berubah?" Tanya Eric lalu duduk di sebelah Licht, setelah konser kemarin, mereka dibolehkan untuk beristirahat.
"Kuharap begitu. Orang tua kita belum tahu apa yang sebenarnya terjadi pada kita" Licht kebingungan lalu menundukan kepalanya sambil bersandar ditangannya "aku kasian pada Haruka"
"Aku juga kasian padamu" balas Eric "pangeran tapi dijauhi rakyatnya, walaupun kamu bukan pangeran mereka secara langsung" lalu Eric berdiri "aku duluan mandi ya" Eric pergi meninggalkan Licht sendirian di ruang TV. Asrama ini memang hanya berisi Eric, Haruka, dan Licht.
"Licht..." Haruka melihatnya.
"Eh, Haruka! Kamu sudah siap? Tunggu aku ya" Licht langsung mengangkat kepalanya dihiasi senyuman. Haruka tidak membalasnya, tapi dia merasa Licht sedang stres.
Pagi itu mereka datang dengan biasa-biasa saja. Tidak biasanya mereka bersikap seperti itu. Beberapa murid lain memperhatikan mereka. Lalu ada yang datang pada mereka.
"Tampilan kalian kemarin bagus sekali! Aku suka pada tampilannya Eric" anak perempuan itu mendekati Eric lalu membawanya "bagaimana saja waktu kamu latihan? Aku ingin tahu darimu"
"E-eh?" Eric ditarik tangannya.
"Haruka aku juga ingin dengar bagaimana caramu berlatih" lalu seorang laki-laki juga membawa Haruka.
"Eh? Licht?" Licht hanya membalasnya dengan senyum. Seolah menandakan 'pergilah'. Lalu Haruka melepas genggaman tangan laki-laki itu dari lengannya "maaf aku tidak bisa pergi meninggalkan Licht" lalu Haruka menarik lengan Licht "ayo ke kelas!"
"Sudah kubilang jangan dilepas!" Bentak Eric pada perempuan itu.
"Tapi kalau kamu memakai kacamata itu terlihat aneh!" Balas perempuan itu dengan manja.
"Kubilang tidak ya tidak! Ayo!" Eric menarik lengan Haruka dan Licht.
"Eh? Hei Eric!" Lalu perempuan dan laki-laki itu menatap mereka dengan benci, mereka kembali menganggap mereka sebagai orang-orang terbelakang.
"Nah, anak-anak" guru perempuan sedang berdiri di depan kelas sambil membenarkan kacamatanya "sebentar lagi musim panas, tentunya kalian akan libur kan?" Guru itu menatap mereka dengan serius.
"Yaaaay!" Teriak semua murid dikelas itu.
"Tapi walaupun libur, kalian akan diberi tugas untuk musim panas penuh"
"Yaaah" teriak semuanya berbarengan lagi.
"Kalian akan diberi tugas untuk memberi laporan tentang isi pulau asing yang masih tersebar jauh dari sini" guru itu langsung meratakan kertas yang ada dimejanya "ini adalah formulir kalian, aku akan menuliskan ketua kelompok dipapan tulis dan dari setiap ketua harus memilih anggotanya sendiri" lalu gurunya memberi 4 lembar dalam setiap baris, mereka memberikannya ke belakang dengan estafet. "Oh, iya setiap kelompok berbeda-beda tempatnya, tapi kemungkinan kalian akan melawan junior atau senior ditempat itu sebagai perebutan siapa yang akan memenangkan penyelidikan ini, nilai kalian akan ditambah semua walau tidak sampai 100 bila kalian bisa menyelidiki tempat ini, siap?"
"Ya!"
"Oh! Pulau! Pulau itu pasti pantai!" Licht merasakan angin yang berhembus-hembus dipelabuhan tempat mereka sedang menunggu kapal mereka. Seperti biasa, Licht adalah ketua kelompok.
"Hutan aku datang!" Haruka juga menikmati angin itu.
"Kuharap aku menemukan obat-obatan asing juga disana" Eric membenarkan kacamatanya.
"Kenapa aku harus berkelompok dengan kalian?" Tanya seorang perempuan sambil melipat tangannya dan manyun kesal.
"Kenapa? Kau sendiri yang tidak punya kelompok!" Licht melihatnya.
"Tch!" Dia membuang muka dari mereka, namanya Astori Mackenzie. Mackenzie memang kelas 3, tapi dia manja karena umurnya yang masih dibawah, yaitu 16 tahun. Tapi dia pintar makanya ia loncat kelas. Kenapa dia dijauhi? Karena dia itu sombong dan manja. Maka akhirnya dia tidak dipilih siapa-siapa dan akhirnya dimasukan ke kelompoknya Licht.
Lalu yang satunya bernama Shirokagi Natsuno, laki-laki berumur 17 tahun. Diam disebelah Mackenzie. Lalu Licht, Haruka, dan Eric memperhatikan mereka. “Tunggu dulu…” Licht berpikir keras.
“Apa?” tanya Mackenzie dengan angkuh.
“Kalian itu sepasang pacar yang bertahan paling lama dikelas kita kan?!” tanya Licht sadar tak sadar.
“Ah, iya aku baru ingat” kilauan dikacamata Eric muncul.
“Ah! Itu! Sebenarnya sih!” lalu Mackenzie menatap Natsuno, pandangan mereka bertemu. Muka mereka saling memerah lalu membuang muka.
“Itu! I-iya benar… kita sudah… sudah 1 tahun berpacaran” kata Natsuno masih bermuka merah sambil menatap Licht, begitupun Mackenzie. “D-dan…”
“Hari ini adalah anniversary kami selama setahun ini! Tanggal 1 April! Hari dimana ulang tahun Natsu-kun juga!” Mackenzie mengeluarkan asap dari kepalanya.
“Wah! Selamat ya! Lalu Natsuno, selamat juga ya dengan anniversary dan hari ulang tahunmu” Haruka memaksa bersalaman dengan Mackenzie dan Natsuno. Lalu mereka tidak bisa menolak.
“Hei, kapal kita sudah datang” Eric melihat kearah kapal pesiar yang baru datang dan berhenti di depan pelabuhan. Papan diturunkan dari kapal itu, keluarlah sang nahkoda.
“Hei! Kalian ayo langsung saja naik!” nahkoda itu menyambut mereka dengan senyum hangat sambil memegang topinya, badannya kekar seperti bajak laut. Ditambah pipa rokok yang ia pakai. Licht yang membawa barangnya dengan ransel langsung naik, begitupun Eric dan Natsuno. Berbeda dengan Haruka dan Mackenzie. Haruka membawa tas besar yang dibawa dengan bahu, lalu Mackenzie membawa koper. Saat mereka naik, papan kayu itu ditarik kembali. Tanpa berlama-lama, kapal mereka sudah langsung berangkat ke tujuan.
“Halo pak nahkoda” sapa Licht memasuki nahkoda beroprasi.
“Hei nak! Tunggu sebentar ya” lalu dia berbalik ke belakang “Kudo! Antar mereka ke kamar mereka masing-masing!” lalu datanglah awak kapal yang badannya biasa-biasa saja “nah, anak-anak, namaku adalah Harbour Van George dan dia adalah anak buahku, namanya Arashikage Kudo” nahkoda itu berbalik menatap mereka.
“Halo semua!” sambut Kudo dengan ramah.
“Kudo, antar mereka ya! Selamat menikmati perjalanan, tidak akan ada badai untuk kali ini”
“Kenapa aku harus berbagi kamar denganmu?” Mackenzie menidurkan kopernya, lalu Haruka menaruh tasnya ditempat tidur tingkat bagian bawah.
“Memangnya kamu mau berbagi kamar dengan laki-laki? Atau memang kamu mau berbagi kamar dengan Natsuno?” sindir Haruka.
“Ti-tidak juga!” Mackenzie tidak berani menatap Haruka.
“Ya sudah kalau begitu berbagi denganku! Apalagi kamu tidak mau dengan Licht ataupun Eric kan?” lalu Haruka menidurkan badannya di kasur.
“Aku… ingin sendiri” Mackenzie menunduk agak kecewa “aku akan terkena sial kalau bersamanya… aku takut…” lalu dia duduk dikursi yang ada dikamarnya.
“Sendiri itu… tidak menyenangkan tahu” Haruka lalu berbalik kearah tembok.
“Apa maksudmu?”
“Kau tahu kan, bagaimana keadaanku disekolah…” Mackenzie tidak membalasnya lagi. Hati Mackenzie sedikit bergerak.
“Jadi siapa yang kebagian tidur dilantai?” tanya Natsuno yang masih berdiri, begitupun yang lain “aku akan tidur dibagian atas ya” lalu Natsuno naik tangga.
“Eric, aku saja” Licht langsung membuka tasnya.
“Kau yakin?” tanya Eric.
“Aku membawa ini~” Licht menggelar sleeping bag sambil tersenyum polos.
“DAPAT DARIMANA ITU?!” Eric sangat terkejut.
“Kamu tidur tidak akan melepas kacamata?” tanya Licht.
“Dilepas kok” dengan cepat Eric memasang penutup mata untuk tidur.
“Orang aneh…” pagi itu juga mereka tidur.
Jam 9 pagi.
“Laut ternyata indah ya?” Haruka menyanggul rambutnya agar tidak merepotkannya, dia sedang menikmati angin, Mackenzie dan Natsuno duduk di bangku yang ada di kapal itu. Lalu Licht dan Eric sedang bermain kartu.
“Kukuku~” Licht tertawa bangga menunggu kemenangannya, serasa tinggal 2 langkah lagi. Tapi ternyata Eric hanya cukup 1 langkah untuk menuju kemenangannya, dia sudah melangkah dan
“Aku menang” Eric menaruh semua kartunya.
“ARGH!” lalu angin besar meniup kartu yang baru saja Eric taruh, sisanya sempat dilindungi. “Wah, kartumu terbang tuh”
“Itu kan kartu milikmu”
“APA?!” Licht dan Eric melihat kearah kartu itu terbang, mereka tidak sengaja melihat awan gelap, hampir didekati kapal itu. “Eh? Kok disana mendung?” Licht kebingungan.
“Akan ada badai” kata Natsuno.
“Loh? Tapi kan kata George tidak akan ada badai?” Haruka merespon kata-kata Natsuno.
“Ini semua karena kamu si pembawa sial…” Mackenzie menatapnya dengan benci.
“George!” Licht membuka pintu tempat George sedang mengendalikan kapal. George tampak agak kebingungan juga dan segera mencari jalan lain.
"Ini gawat, tidak ada jalan lain!" Tiba-tiba Kudo masuk ruangan.
"Sial..." George hampir memukul mesin-mesin yang ada di kapal "kalian semua! Siapkan barang di dalam 1 tas! Pakai baju yang hangat dan jangan diluar kamar kalian!"
"Ya ampun" Mackenzie sangat panik "ponselku tertinggal diluar! Aku benar-benar sial!" Mackenzie mondar-mandir, Haruka melihatnya.
"Sudahlah, jangan terlalu mementingkan ponsel... Sekarang kita harus berhati-hati kalau ternyata kapal kita akan tenggelam" Haruka berusaha menenangkan Mackenzie.
"Bagaimana aku bisa tenang?! Ponsel itu pemberian dari Natsuno!" Mackenzie menangis, lalu Haruka yang tadinya hendak memegang pundak Mackenzie menjadi tidak jadi memegangnya "aku akan mengambilnya! Ini semua salahmu! Gara-gara ada kamu semuanya terkena sial!" Dia berlari keluar meninggalkan kamar.
"Eh! Hei!!!" Haruka tampak tidak mau bergerak untuk melangkah "kenapa? Aku merasa sangat bersalah untuk ini..." Haruka benar-benar sangat sedih.
Mackenzie berusaha ke bangku tempat ia duduk tadi. Tapi tampak susah, anginnya begitu besar hingga susah membuatnya untuk melangkah karena dia terdorong. Tapi tak ada kata menyerah untuknya. Dia terus mencapai bangku itu. Dan terlihatlah ponselnya. Dia sangat senang, lalu langsung berlari. Tapi kapal langsung oleng dan ponselnya hampir terjatuh dia langsung menangkapnya tapi Mackenzie benar-benar jatuh ke arah yang salah, dia akan segera jatuh dari kapal. Pagar yang menghalangi pun mungkin bisa dilewati karena badannya yang sangat ramping. Tapi seseorang datang menyelamatkannya, ketika Mackenzie berbalik "Haruka?"
"Aku lapar! Aku mau ke kamar Haruka dulu ya untuk mengambi camilan!" Licht keluar dari kamar dan sampailah dia dikamar Haruka dalam keadaan pintu kamar terbuka "Haruka...?"
"Bodoh!" Haruka berusaha menarik kaki Mackenzie.
"Lepas! Aku bisa sendiri!"
"Tidak ada manusia yang bisa sendiri! Kalau dia bisa sendiri, untuk apa ada orang lain? Untuk apa ada teman?!" Kaki Haruka juga sudah tidak kuat lagi "makanya, karena aku tahu manusia tidak bisa sendiri, aku ada disini!"
"Tetap saja lepaskan aku! Lari darisini! Kalau kamu menahanku terus kamu akan menabrak pagar itu, tulangmu bisa patah!"
"Lalu jika kulepas kau akan jatuh dan buat apa kamu mengambil ponsel itu? Demi Natsuno kan? Lalu kalau kamu mati, bagaimana dengan Natsuno? Tidakkah kamu mengerti bagaimana perasaannya nanti? Orang yang dicintainya pergi!" Haruka sudah diambang batasnya. Mackenzie tidak berkata apa-apa lagi. Lalu ketika Haruka mulai menarik dia terpeleset dan...
"Kenzi-chan!" Natsuno langsung menarik Mackenzie dan selamatlah dia, tapi ketika itu tangannya licin, ponselnya jatuh lalu seseorang berlari mengambil ponsel itu dan terjatuh ke laut.
"Licht!" Teriak Haruka. Tidak sampai sedetik, tangan langsung keluar dari air itu dan terlihatlah ponsel Mackenzie yang masih menyala.
"Selamat!" Teriak Licht sambil nyengir.
"Syukurlah..." Haruka tampak kaget.
"Licht...?" Mackenzie tampak menyesal dengan perbuatannya. Lalu Eric datang membantu mereka.
"HATSIM!" Licht bersandar didinding kamarnya, yang berisi semua teman-temannya.
"Sebentar lagi jahe hangatnya jadi" Eric sedang memasak jahe hangat untuk Licht.
"Bodooooooh!" Haruka menginjak-injak Licht sampai darah muncrat kemana-mana "apa yang kau pikirkan kalau kamu terbawa arus? Bagaimana dengan aku dan Eric yang tidak memiliki ketua lagi?! Bagaimana dengan jabatanmu, dan bagaimana dengan---"
"Aku percaya aku akan selamat, dan Haruka pembawa keberuntungan ada disini! Jadi aku percaya!" Licht mengatakannya dengan polos dan ceria.
"Mati saja kamuuuuuuu!!!" Haruka kembali menginjak-injak Licht.
"Ano... Licht... Terimakasih ya" kata Mackenzie pelan.
"Oh, iya" jawabnya enteng lalu kembali diinjak-injak Haruka. Natsuno menatapnya dengan kesal.
Esoknya
"Terimakasih ya George-san! Kudo-san!" Licht dkk sudah ada dipulau.
"Ya, sama-sama. Semoga berhasil ya! Selamat datang di pulau asing ini" lalu kapal pun pergi.
"Haaaa... Awalnya memang pantai... Tapi..." Haruka dkk menoleh kebelakang "kenapa tempatnya bukan seperti pulau asing?! Tapi seperti kota robot asing?!" Mesin-mesin canggih dibelakang mereka. Tak ada jalan yang terbuat dari aspal, semuanya besi stainless steel, dengan mur yang banyak. Lalu suara berisik mesin dan cerobong asap beberapa pabrik.
"Pulau ini... Seperti pulau yang sudah ditemukan dari dulu" Licht tampak lemas.
"Tidak jadi ada tanaman obat..." Eric menangis tersedu-sedu.
"Kalau begini jadi lebih gampang, pasti semua serba praktis seperti kota Theresa, kota termaju itu" Mackenzie mulai melangkah.
"Eh, tunggu Kenzi-chan" Natsuno mengejarnya.
"Aku jadi malas untuk melakukan ekspedisi disini" Haruka agak kurang bersemangat.
"Semangatku hilang..." Juga Licht "HATSIM!"
"Sudahlah, ayo. Agar kita bisa lebih cepat pulang" Eric mengikuti Mackenzie dan Natsuno, lalu Licht dan Haruka juga mulai berjalan mengikuti mereka.
No comments:
Post a Comment