Monday, October 17, 2011

Academy B'Letcer Chapter 2

Chapter 2: Licht's Crescent Blade

"Lolita... Lolita... Lolita..." Licht berjalan sambil terbayang-bayang Lolita.
"Berisik, nanti ketahuan" kata Haruka sambil protes.
"Habisnya dia cantik, imut, anggun, tapi juga angkuh..." Saat kata 'angkuh' terucap Licht langsung lemas "dia tidak seperti kamu Haruka!"
"Ups, Licht kepeleset tuh" kata Eric santai sambil membaca buku berjudul 'Alchemy Freak'.
"Diam kau Alchemy Freak! Tak ada jantanya juga kamu pakai kacamata itu!" Haruka kelepasan, tapi bukanya jengkel, tapi Eric makin terpancing amarahnya.
"Heh, kamu juga gak lucu tahu pake jepit tanduk itu!!! Tapi persis sih! Kamu kan banteng!!!" Eric langsung memasukan bukunya ke tasnya lalu menunjuk-nunjuk kedepan Haruka.
"Tidak sopan ya menunjuk perempuan seperti itu!" Haruka menolak tunjukan Eric.
"Oh!!! Tapi walau kamu perempuan justru harus jaga sopan santun ya!" Eric langsung mengembalikan tanganya.
"Aaaah!!! Berisik! Aku jadi susah membayangkan si Lolita yang benar-benar mirip Lolita itu!!!" Protes Licht tapi tak ada yang protes.

Di sisi lain...
"Kemana 3 anak itu?" Tanya seorang guru yang berdiri di depan kelas.
"Entahlah sensei..." Jawab seorang murid.
"Dasar mereka... Bad Letcher..." Guru itu mematahkan kapur yang ia genggam.

"Licht" kata seorang wanita "kamu sudah 16 tahun, sebentar lagi waktunya untuk memutuskan pilihanmu" seseorang itu terus mengawasi Licht dari belakang "liburan panas ini kau harus bisa memakai Crescent Blade"
"Aaaaah, bukanya berlibur atau bersantai malah harus memilih senjata itu. Lagipula untuk membuat Crescent Blade kan butuh nyawa seorang Awakichi" protes Licht dengan kesal menatap orang itu.
"Ibu dan teman ibu sudah memakai cara baru untuk 'merubah' manusia ke bentuk senjata bukan 'mengorbankan'" katanya dengan bangga sambil tersenyum "Awakichi!" Lalu Scythe keluar ditangan kananya "kamu tidak akan memakai senjata model lama ini" katanya sambil memperlihatkan wajah sebenarnya, dia adalah Rena. Perempuan legenda ketika melawan putri Oshward.
"Baiklah, kupastikan jangan sampai ada yang mati..." Dengan lemas Licht mengikutinya pergi.
"Sekalian memilih pelayan pribadimu" mereka sedang berjalan dikoridor besar istana mereka.
"Lah, Eric bisa kan?" Licht bingung "dia kan keluarganya Mizuno"
"Dia tidak boleh dirubah ke bentuk senjata. Karena dia generasi selanjutnya yang akan membuat senjata dan armor" jawab Rena dengan datar.
"Hmm, begitu ya? Kalau Haruka?" Licht agak ogah-ogahan menerima orang lain sebagai pelayannya.
"Tadinya mau Haruka... Tapi Yoko tidak membolehkanya..." Rena tiba-tiba suram "kau tau sendiri kan seramnya Yoko bagaimana..."
"Melihat anaknya aja udah ngerti" Licht nyengir terpaksa "jadi siapa pelayanku?"
"Cari sendiri!" Rena menunjukan tanganya dengan tanda 'peace'.
"Ampun... Kebiasaan... Terus ngapain aku ngikutin mama..."
"Pergilah keluar, kali ini bebas kau boleh keluar istana" Rena meninggalkanya "kau boleh membawa Haruka dan Eric" keluarlah Licht dari istana besar.

Hiduplah bangsa Awakichi keturunan makhluk malaikat Zheoll. Kehidupan tentram menghiasi tawa ceria mereka. Licht pun disambut ramah oleh mereka semua. Walaupun matanya berbeda bagi mereka itu bukan hal yang perlu ditakuti.
"Pagi pangeran Licht! Senang bisa bertemu anda!" Sapa seorang pria penjual buah dengan pelangganya yang juga tersenyum padanya.
"Pagi! Panggil saja aku Licht" kata Licht ramah "benar-benar repot ya..."
"Hahaha! Sabarlah Licht, kamu adalah orang terhormat yang harus bijak juga" sindir Haruka "memang gampang mencari orang yang ahli disini?" Haruka melihat sekitar.
"Engga juga sih. Entahlah apa yang dipikirkan mamaku..." Licht langsung suram.
"Ibumu ingin kamu mandiri, percayalah" Eric menepuk bahu Licht sambil membenarkan kacamatanya.
"Jangan membuatku tambah suram Eric..." Licht tambah lesu.
"Eh semangka! Aku mau lihat-lihat dulu ya!!!" Haruka berlari ke arah semangka-semangka segar yang sedang dijual dengan diskon besar-besaran.
"Ya ampun, yang dicari wanita biasa kan perhiasan bukan semangka..." Eric melihatnya suram, tapi Haruka sangat bahagia.
"Yah, daripada minta beliin perhiasan, mahal-mahal" Licht mengibas-ibaskan tanganya.
"Benar juga..." Mereka melanjutkan jalan-jalan ditengah kota besar ini.

Saking jarangnya Litch keluar istana, dia sangat senang diluar istana sampai lupa tujuan sebenarnya kenapa dia keluar istana. Eric pun tidak memperingatinya karena dia juga lupa. Sampai mereka ada di tempat terpencil.
"Hentikan! Kami masih belum punya uang! Jangan ambil barang-barang kami!" Teriak seorang wanita.
"Kami tak peduli! Sudah setahun kami tunggu uangnya tapi belum ada yang diberikan 1% pun!" Teriak seorang preman mengancam kehidupan seseorang di dalam rumah itu. Licht dan Eric tentu saja penasaran dan hendak menolong orang yang ada di dalam.
"Gantinya adalah nyawaku! Tolong jangan celakai istriku ataupun mengambil barang-barang disini!!!" Teriak sang suami membela istrinya.
"Membunuh tidak berarti kami mendapat uang! Minggir kalian berdua!!!" Baru preman itu berjalan 1 langkah palu besar memukul kepalanya.
"Jangan macam-macam!!!" Teriak preman lain "dasar anak kecil tak tau diri!"
"Heh kalian, teman kalian ini sudah ditanganku, di depan kalian aku bisa memalu kepalanya sekarang" aura seram Eric menghantui para preman.
"A-awas kalian!" BHAK! Semuanya dipukul oleh Licht.
"Light Force..." Licht bingung "loh aku baru mau mengubah elemen kalian kok udah pingsan..." Licht terheran melihat mereka yang matanya menjadi silang.
"K-kau bercanda kan tentang memecahkan kepalaku?" Preman yang sedang diinjak kaki Eric ketakutan.
"Tidak aku serius..."
"Hyaaaaa!!! Ampuuun!!!" Dia langsung lepas dari injakan Eric dan langsung berlari terbirit-birit meninggalkan anak buahnya.
"Te-terimakasih..." Seorang wanita itu lemas, dia dibopong oleh suaminya.
"Terimakasih telah menolong kami pange---"
"Licht. Licht saja"
"I-iya terimakasih Licht..." Pria itu kaget dengan perintah Licht.
"Kenapa kalian disini sendiri?" Licht heran.
"Ya karena kami adalah keluarga yang paling miskin, jadi kami diasingkan... Padahal kami miskin karena ditipu..." Kata pria itu dengan lemas.
"Apa? Kok aku baru dengar ya?" Eric bingung "sebenarnya disini juga sangat jarang ada orang miskin" Eric berpikir sejenak "tapi kalian ditipu siapa?"
"Kami ditipu oleh pihak yang mengaku-ngaku pihak istana. Yang hampir setiap harinya memintai kami sumbangan yang jumlahnya sangat besar sampai kami melarat dan akhirnya orang itu hilang..." Jawab sang istri.
"Sudah kamu jangan banyak bicara dulu, aku mengantarmu ke kamar ya?" Lalu ketika hendak berjalan "terimakasih sekali lagi Licht, dan temanya. Walau rumah kami jelek tapi maukah kalian masuk untuk berbincang-bincang?" Tentu saja Licht dan Eric menerima tawaran itu.

Lalu sampailah suami dikamar dan menyuruh istrinya duduk "Hilda, aku mempunyai rencana..." Katanya dengan serius "aku akan menculik pangeran itu dan kau ajaklah temanya jalan-jalan saat kau sudah pulih dari syok"
"Hah? Jangan... Itu tidak baik. Apalagi melawan istana..." Hilda menatap suaminya tidak senang.
"Kumohon Hilda... Cepat atau lambat para preman itu akan menagih uang kita lagi..."
"Baiklah Jean..." Hilda terpaksa setuju walaupun itu sangat mengganggunya.

"Nah ini dia untuk kalian" Jean memberikan mereka teh hijau lalu segeralah Licht dan Eric menerima minuman itu.
"Ah, tentu kehidupan di istana sangat enak ya?" Tanya Jean sambil mengambil gelas tehnya.
"Hmm... Jean-san butuh uang berapa untuk melunasi hutang?" Licht mengalihkan pertanyaan Jean yang mengusik dirinya.
"Hmm, tidak perlu tahu..." Katanya menolak.
"Mungkin kita bisa membantu" kata Eric tersenyum.
"Tidak, kami tidak terima belas kasih... Terimakasih" Jean tersenyum walaupun senyum pahit.
"Ampun cewek monster itu masih beli semangka apa?" Eric teringat seseorang.
"Haruka? Mungkin... Dia kan kalau lihat semangka sangat lama!" Licht mengingat traumanya "lihat aja udah lama gimana beli?" Licht semakin suram.
"Duh, seandainya aku tahu jalan kesana! Kita terlalu jauh dari tempat itu" keluh Eric "kami pergi dulu ya Jean-san"
"Eh Eric tunggu!" Protes Jean "kalian tidak tahu jalan kesana kan?"
Lalu istri Jean datang "aku bisa mengantarmu kesana" katanya dengan senyum ramah.
"Loh anda kan masih syok?" Tanya Eric agak sungkan.
"Tidak apa, ayo biar kuantar. Jean dan Licht disini dulu saja" Hilda menutup pintu keluar bersama Eric.
"Ah, baiklah..." Licht terdiam, suasana sangat hening saat itu sampai Jean mulai berbicara kembali.
"Pangeran, maukah anda membantuku?" Tawar Jean sambil tertunduk.
"Apa saja!" Licht menerima dengan ramah.
"Baiklah..." Lalu Jean berdiri masih tertunduk "kemarilah" Licht berjalan mendekatinya tanpa tahu bahaya mengancamnya. GREB! Tangan Licht dipaksa untuk dikunci dan diikatlah tanganya itu lalu dipukulah leher bagian belakangnya sehingga dia pingsan "maafkan aku pangeran..." Kata Jean dengan sedih.

"Cewek semangkaaaaaa!!!" Teriak Eric. Tidak ada yang menoleh mencari sumber suara itu karena tidak ada yang merasa sebagai 'cewek semangka'. "Ah, ga ngerasa. Harukaaaaaa!!!"
"Aku disini bodoh" Haruka tiba-tiba muncul disebelah Eric dan Hilda membawa sebuah semangka ditangan kanannya, sudah habis setengah olehnya dan 2 buah semangka lagi dibawa dengan tangan kirinya menggunakan kertas belanjaan yang dipeluk.
"O-oh, Haruka perkenalkan ini Hilda" Hilda membungkuk.
"Salam kenal Haruka-chan" senyum manis menghiasi wajahnya yang cantik dan terlihat sangat muda.
"Salam kenal Hilda. Aku Haruka!" Haruka ikut membungkuk "bagaimana ceritanya kalian bisa bertemu?" Tanya Haruka setelah selesai membungkuk.

"Apa? Coba kalau tadi sudah ada aku dengan membawa semangka ini. Satu-satu kupukuli dengan semangka ini!" Haruka berapi-api mendengar cerita itu. Hilda hanya tersenyum geli.
"Hah, benar juga ya" kata Eric sambil menghembuskan nafasnya "oh, iya ayo kembali ke rumahmu Hilda"
"A-oh? Nanti saja sekalian temani aku belanja!" Tangan Eric dan Haruka ditarik oleh Hilda.

Benar saja. Setelah beberapa menit, preman itu datang lagi dengan hati-hati. Jean sudah siap dengan menyeret Licht kedekat pintu.
"Hey! Kau! Jean! Keluarlah!!! Bayar hutangmu!" Preman itu hanya datang 3 orang.
"Ini" Jean menunjukan Licht.
"APAAAAA?!" 3 preman itu kaget "ka-kamu? Menyerahkan anak itu pada kita lalu membiarkan kita meminta tebusan pada istana?" Pemimpin preman itu angkat bicara. Jean hanya mengangguk terpaksa.
"Tapi tolong" Jean memejamkan matanya sambil menunduk ke arah lain, lalu membuka matanya lagi sambil menatap pemimpin preman itu "jangan katakan kalau anak ini sebenarnya diserang olehku..."
"Siap! Yang penting kita mendapat bunga lebih besar kalau ada anak itu!" Tanpa siapapun yang menyadarinya, sebenarnya Licht itu sudah sadar sambil mendengarkan percakapan mereka. Lalu kembali pura-pura pingsan.

"D-dimana Licht?!" Teriak Haruka kaget melihat Licht sudah tidak ada dirumah Jean.
"D-dia, tadi preman itu datang lagi dan membuatnya p-pingsan. La-lalu aku yang tidak bisa melawan me-mereka... Aku kalah oleh mereka dan Licht diculik!" Jean dengan susah payah menjelaskan apa yang terjadi. Hilda tertunduk tidak tahan dengan perbuatan Jean dan dirinya sendiri.
"Kita susul mereka!" Haruka menggebrak meja membuat Hilda sangat kaget. Jean juga. Eric hanya diam dengan dingin. "Anak itu... Ceroboh sekali!"
"Cukup!!!" Teriak Hilda "Jean! Aku tidak kuat! Ini bukanlah salah preman itu ataupun kecerobohan Pangeran Licht! Tapi kami yang sengaja bersikap ramah dan mengalihkan perhatian Licht dan menyerahkannya pada preman-preman itu..." Tetesan air mata berjatuhan dari mata Hilda, menetes diroknya dan punggung telapak tangannya, semakin lama air mata yang keluar semakin deras "Jean, kumohon... Maafkan aku". Jean hanya menolak bertatapan pada siapapun.
Haruka berdiri tanpa berkata-kata apapun Eric menatapnya "Haruka!"
"Eric! Tidak usah berbasa-basi lagi! Jean! Hilda! Antar kami ke tempat mereka!" Haruka menodongkan handgun-nya "aku tidak mau kalau dia celaka..."

DOR! DOR! DOR! "Hora, hora, horaaaaaa!!! Jangan paksa aku melawan kalian dengan shotgun dan melakukan head-shot!!!" Haruka memakai handgun sambil membabi buta tapi serangannya kena sasaran, yang diincarnya hanya tangan dan kaki saja. Karena hukum tidak boleh membunuh masih berlaku padanya walaupun kerabat istana.
"Sudah, jangan banyak habiskan tenaga! Cukup gunakan ini saja! Jaga mata kalian!" BAM! Semua langsung melangkah pada tujuan, bom, atau tepatnya bom asap yang mengandung bubuk cabai mencelakai mata para preman ditempat itu.
"Matakuuuuu!!!"
"Yarooooo!!!"

Diujung tujuan
"Licht!" Teriak Haruka
"Pangeran!" Teriak Jean dan Hilda. Mata mereka terbelalak ketika melihat darah berceceran dimana-mana, siksaan berat mengancam nyawa. Hampir saja sekarat. Darah yang masih mengandung oksigen berwarna merah cerah, dan darah berisi karbon dioksida merah tua menghiasi dinding dan lantai. Didalam kegelapan, kurang jelas siapa yang mengalami luka parah disini. Seorang berdiri di dekat bangku tempat semestinya korban diikat dikursi itu.
"Jean, Hilda, jadilah pengawalku. Kalian jadilah Crescent Blade-ku" Licht, berdiri dengan banyak noda darah dibadan dan bajunya, matanya yang terkena pantulan cahaya sedikit terlihat tambah tajam tatapannya, senyumnya senyum mengerikan. Menggertakan semua orang yang berhadapan dengannya.

Licht 16 tahun ketika mendapat Crescent Blade: End

No comments:

Post a Comment